Krisis ekonomi global merupakan masalah ekonomi yang sedang dihadapi oleh negara-negara di dunia. Efek dari krisis finansial global pada akhir tahun 2008 lalu, menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis, dan diperkirakan masih akan terus berlanjut. Bahkan akan meningkatkan intensitas penurunan kinerja perekonomian di tahun-tahun mendatang.
Sebagai kelompok negara kedua yang terimbas krisis ekonomi global, Indonesia juga mengalami beberapa permasalahan lain disamping menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan penurunan Indeks Harga Saham di Bursa Efek Indonesia. Masalah tersebut antara lain: penurunan volume ekspor, peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan penurunan daya beli masyarakat.
Beberapa pelaku usaha dari berbagai sektor industri, khususnya pada perusahaan ekspor-impor, meminta pemerintah untuk diberikan stimulus atau diselamatkan dari dampak krisis global. Hal ini dikarenakan meningkatnya biaya produksi dan menurunnya volume permintaan akan hasil produksi, sehingga mengakibatkan beberapa diantaranya kolaps.
Selain itu, pemerintah juga dihadapkan dengan masalah pengangguran sebagai efek dari pemangkasan biaya produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Melemahnya perekonomian dunia sejak 2008, berdampak melemahnya permintaan pekerja di pasar tenaga kerja domestik maupun internasional. Dengan adanya pemberian stimulus, diharapkan adanya tambahan penciptaan lapangan kerja maupun penambahan volume produksi yang akan menyerap tenaga kerja. Bedasarkan tabel dibawah, dalam kondisi normal tanpa krisis, tingkat pengangguran di Indonesia tahun 2009, diperkirakan meningkat menjadi 7,44 persen. Apabila keadaan perekonomian dunia semakin kurang kondusif, akan diperkirakan turun menjadi 8,87 persen. Di sisi lain, masyarakat yang daya belinya semakin menurun karena inflasi, merupakan masalah lain yang timbul akibat gelombang krisis ekonomi tersebut.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal. Kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka untuk menyelamatkan sektor riil sehingga dapat menopang angka pertumbuhan ekonomi. Pada tahun ini, pemerintah mengelurkan kebijakan berupa pemberian stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun. Secara garis besar, stimulus tersebut dialokasikan untuk penghematan pembayaran pajak (tax saving), Subsidi Pajak-BM/DTP kepada Dunia Usaha/RTS dan belanja negara.
Stimulus fiskal adalah bagian dari kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek. Pada umumnya, Stimulus Fiskal diberikan ketika perekonomian berada pada level terendah di mana angka pertumbuhan cenderung mengalami menurun secara terus menerus. Stimulus ini diberikan dengan cara melakukan pemotongan pajak dan menaikkan besarnya belanja pemerintah.
Pada tahun 2009 ini, pemerintah akan menerapan kebijakan countercyclical yang ditujukan untuk (a) memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga tumbuh dari 4,0 sampai dengan 4,7 persen; (b) menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta (c) menciptakan kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya, sebagai program pemberian stimulus fiskal.
Dalam kenyataannya, Paket kebijakan Stimulus Fiskal termasuk kebijakan kontroversial. Efektivitas dari kebijakan ini masih dipertanyakan karena dalam implementasinya, pemberian stimulus kepada pelaku industri dinilai belum mampu mengurangi pilihan pelaku usaha untuk melakukan PHK tenaga kerja. Selain itu, menurut beberapa pengamat, kebijakan stimulus yang diberikan secara bertahap dinilai tidak signifikan dan takkan berdampak di lapangan serta terkesan merupakan hal yang sia-sia. Kebijakan ini lebih baik dialokasikan pada anggaran lain untuk kesejahteraan rakyat dalam bentuk yang lebih konkrit.
Menurut Kompas.com (4/2/09), stimulus fiskal berupa pemotongan pajak (tax saving) di sektor Industri serta pemilik nomor pokok wajib pajak (NPWP) tidak tepat. Stimulus fiskal dengan total anggaran sebesar Rp 73,3 triliun tidak akan berdampak langsung kepada masyarakat. Tidak ada jaminan bahwa golongan masyarakat menengah ke bawah ini akan membelanjakan uangnya, walaupun telah mendapat keringanan pajak. Kebijakan stimulus fiskal pemerintah berpihak pada masyarakat golongan menengah ke atas, bukan masyarakat miskin.
Proposi Rp 12,2 triliun untuk Pembangunan Infrastruktur Padat Karya dan PNPM dalam penggunaan stimulus fiskal juga mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Dalam Suara Karya, 6 Januari 2009, stimulus fiskal hendaknya diprioritaskan untuk industri manufaktur yang bersifat padat karya; proyek infrastruktur, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jika dana stimulus fiskal dapat disalurkan dengan tepat ke sektor padat karya dan UMKM mulai kuartal I tahun 2009, maka jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa diminimalisasi sehingga tak mencapai sekitar 200.000 orang seperti perkiraan berbagai kalangan. Itu semakin strategis karena tahun ini investasi baru asing dan ekspor tak bisa diharapkan, kecuali proyek yang sudah dalam proses di BKPM. Selain itu, penyaluran stimulus fiskal melalui pembangunan berbagai infrastruktur kepada sektor UMKM, merupakan langkah yang lebih kongkrit dalam membangun kesejahteraan rakyat.
Bedasarkan pemaparan di atas, timbul suatu pertentangan mengenai kebijakan pemberian stimulus fiskal, apakah kebijakan ini merupakan solusui yang efektif bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat atau hanya sekedar tindakan formalitas pemerintah dalam menghadapi imbas krisis global, dan hal ini tentunya berimbas pada membengkaknya utang negara.
Sebagai kelompok negara kedua yang terimbas krisis ekonomi global, Indonesia juga mengalami beberapa permasalahan lain disamping menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan penurunan Indeks Harga Saham di Bursa Efek Indonesia. Masalah tersebut antara lain: penurunan volume ekspor, peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan penurunan daya beli masyarakat.
Beberapa pelaku usaha dari berbagai sektor industri, khususnya pada perusahaan ekspor-impor, meminta pemerintah untuk diberikan stimulus atau diselamatkan dari dampak krisis global. Hal ini dikarenakan meningkatnya biaya produksi dan menurunnya volume permintaan akan hasil produksi, sehingga mengakibatkan beberapa diantaranya kolaps.
Selain itu, pemerintah juga dihadapkan dengan masalah pengangguran sebagai efek dari pemangkasan biaya produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Melemahnya perekonomian dunia sejak 2008, berdampak melemahnya permintaan pekerja di pasar tenaga kerja domestik maupun internasional. Dengan adanya pemberian stimulus, diharapkan adanya tambahan penciptaan lapangan kerja maupun penambahan volume produksi yang akan menyerap tenaga kerja. Bedasarkan tabel dibawah, dalam kondisi normal tanpa krisis, tingkat pengangguran di Indonesia tahun 2009, diperkirakan meningkat menjadi 7,44 persen. Apabila keadaan perekonomian dunia semakin kurang kondusif, akan diperkirakan turun menjadi 8,87 persen. Di sisi lain, masyarakat yang daya belinya semakin menurun karena inflasi, merupakan masalah lain yang timbul akibat gelombang krisis ekonomi tersebut.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal. Kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka untuk menyelamatkan sektor riil sehingga dapat menopang angka pertumbuhan ekonomi. Pada tahun ini, pemerintah mengelurkan kebijakan berupa pemberian stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun. Secara garis besar, stimulus tersebut dialokasikan untuk penghematan pembayaran pajak (tax saving), Subsidi Pajak-BM/DTP kepada Dunia Usaha/RTS dan belanja negara.
Stimulus fiskal adalah bagian dari kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek. Pada umumnya, Stimulus Fiskal diberikan ketika perekonomian berada pada level terendah di mana angka pertumbuhan cenderung mengalami menurun secara terus menerus. Stimulus ini diberikan dengan cara melakukan pemotongan pajak dan menaikkan besarnya belanja pemerintah.
Pada tahun 2009 ini, pemerintah akan menerapan kebijakan countercyclical yang ditujukan untuk (a) memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga tumbuh dari 4,0 sampai dengan 4,7 persen; (b) menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta (c) menciptakan kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya, sebagai program pemberian stimulus fiskal.
Dalam kenyataannya, Paket kebijakan Stimulus Fiskal termasuk kebijakan kontroversial. Efektivitas dari kebijakan ini masih dipertanyakan karena dalam implementasinya, pemberian stimulus kepada pelaku industri dinilai belum mampu mengurangi pilihan pelaku usaha untuk melakukan PHK tenaga kerja. Selain itu, menurut beberapa pengamat, kebijakan stimulus yang diberikan secara bertahap dinilai tidak signifikan dan takkan berdampak di lapangan serta terkesan merupakan hal yang sia-sia. Kebijakan ini lebih baik dialokasikan pada anggaran lain untuk kesejahteraan rakyat dalam bentuk yang lebih konkrit.
Menurut Kompas.com (4/2/09), stimulus fiskal berupa pemotongan pajak (tax saving) di sektor Industri serta pemilik nomor pokok wajib pajak (NPWP) tidak tepat. Stimulus fiskal dengan total anggaran sebesar Rp 73,3 triliun tidak akan berdampak langsung kepada masyarakat. Tidak ada jaminan bahwa golongan masyarakat menengah ke bawah ini akan membelanjakan uangnya, walaupun telah mendapat keringanan pajak. Kebijakan stimulus fiskal pemerintah berpihak pada masyarakat golongan menengah ke atas, bukan masyarakat miskin.
Proposi Rp 12,2 triliun untuk Pembangunan Infrastruktur Padat Karya dan PNPM dalam penggunaan stimulus fiskal juga mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Dalam Suara Karya, 6 Januari 2009, stimulus fiskal hendaknya diprioritaskan untuk industri manufaktur yang bersifat padat karya; proyek infrastruktur, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jika dana stimulus fiskal dapat disalurkan dengan tepat ke sektor padat karya dan UMKM mulai kuartal I tahun 2009, maka jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa diminimalisasi sehingga tak mencapai sekitar 200.000 orang seperti perkiraan berbagai kalangan. Itu semakin strategis karena tahun ini investasi baru asing dan ekspor tak bisa diharapkan, kecuali proyek yang sudah dalam proses di BKPM. Selain itu, penyaluran stimulus fiskal melalui pembangunan berbagai infrastruktur kepada sektor UMKM, merupakan langkah yang lebih kongkrit dalam membangun kesejahteraan rakyat.
Bedasarkan pemaparan di atas, timbul suatu pertentangan mengenai kebijakan pemberian stimulus fiskal, apakah kebijakan ini merupakan solusui yang efektif bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat atau hanya sekedar tindakan formalitas pemerintah dalam menghadapi imbas krisis global, dan hal ini tentunya berimbas pada membengkaknya utang negara.

0 komentar:
Posting Komentar