Kamis, 16 Desember 2010
FGD 2010
Tempat: PKM FE UNDIP lantai 2
Waktu: 09.00 - 13.00
Pembicara:
1 . Ekwan Prihadi, SH, MHum - Kepala Bidang Perselisihan Hubungan Industrial, Disnakertrans Kota Semarang
2 . Heru Budi Utoyo - Ketua SPN Kota Semarang
3 . Diana U - PT. Adita Faras Jaya (Vendor Outsourcing)
Diposting oleh HMJ Manajemen RII FEUNDIP di 08.02 0 komentar
Label: Kegiatan HMJ
Preface Focuss Group Discussion 2010
Ditengah derasnya arus persaingan bisnis, para pengusaha diharuskan untuk meraih keunggulan kompetitif untuk dapat bertahan dalam dunia usaha. Berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi perusahaan, salah satunya dengan mengurangi jumlah sumber daya manusia yang ada. Dalam perampingan sumber daya manusia yang ada, perusahaan umumnya memlilih untuk merekrut para pekerja melalui outsourcing dan kerja kontrak, disamping melakukan enrichment job pada pegawai tetap yang ada. Hal ini dinilai lebih efisien, terutama dalam konteks biaya Sumber Daya Manusia perusahaan.
Tenaga Kerja kontrak/tidak tetap/outsourcing (untuk selanjutnya digunakan istilah pekerja kontrak) adalah pekerja yang bekerja bedasarkan perjanjian waktu tertentu (PWKT) (Nurachmad: 2009). Pada dasarnya terdapat dua jenis kerja perjanjian kerja kontrak, yaitu pengusaha ”memborongkan pekerjaannya” atau ”memborongkan pekerjanya”. Dari sinilah muncul istilah outsourcing (alih daya), yaitu sebuah proses penyerahan pekerjaan pada pihak ketiga (memborongkan pekerja).
Di Indonesia, sistem kerja outsourcing berawal dari adanya sistem kerja kontrak yang dikenal sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 5 tahun 1986, dan kemudian berkembang dan diakui sejak terbitnya Permenaker No 2 Tahun 1993. Lebih lanjut dalam perkembangan kedua sistem kerja tersebut masuk dalam perumusan/rancangan Undang-Undang Ketenaga Kerjaan (UUK) di Indonesia yang merupakan sebuah konsep Fleksibilitas pasar kerja. (Haru Budi Utoyo, 2010)
Tren outsourcing dan kerja kontrak menjadi marak di Indonesia sejak diterbitkannya UU no 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Pada awalnya perusahaan cukup ketat dalam menjalankan praktik sistem kerja outsourcing, dimana sistem kerja outsourcing terpisah dari kegiatan utama dan sebatas penunjang pada sebagian saja, sehingga pengusaha dapat berkompetisi dan fokus pada bisnis inti. Misalnya petugas kebersihan dan penjaga keamanan. Namun dalam perkembangannya, akibat lemahnya sistem pengawasan dan ketegasan pemerintah dalam memberikan sanksi, yang dalam hal ini adalah Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka outsourcing diterapkan di hampir semua sector dalam hal rekrutmen. Praktik kerja ini mulai menjamur ketika Indonesia terkena imbas krisis ekonomi global pada akhir 2008 silam. Hingga sekarang, hampir setiap tanggal 1 Mei (Mayday), hari Buruh, masalah tersebut selalu menjadi sorotan bagi lembaga tripartit (pekerja, pengusaha dan pemerintah).
Adanya pengetahuan dan persepsi ketiga belah pihak yang belum sama, menimbulkan banyak masalah dalam praktik. Bagi serikat pekerja, outsourcing dan kerja kontrak karena dinilai tidak manusiawi dan hanya menyengsarakan para pekerja. Adanya pemotongan penghasilan oleh provider (perusahaan penyedia outsourcing) dan ketidakamanan kerja menjadi masalah utama bagi pekerja kontrak maupun outsourcing. Selain itu masalah kesejahteraan pekerja yang belum jelas menjadi tanggung jawab siapa.
Pengusaha sebagai elemen tripartit yang memiliki perusahaan, memiliki wewenang untuk mencari pekerja sesuai kehendak manajemen. Untuk mendapatkan keuntungan maksimum, tentunya mereka lebih memilih untuk melakukan pengadaan tenaga kerja melalui outsourcing dan kerja kontrak agar lebih efisien. Namun, terkadang para pengusaha yang ”nakal” melakukan outsource untuk hampir semua bagian kerja tanpa memperhatikan ”core business” dari perusahaan tersebut. Padahal aturan mengenai bisnis inti telah ditetapkan di UU no 13 tahun 2003.
Di tengah perdebatan antara pekerja dan pengusaha, pemerintah sebagai regulator hendaknya memberikan solusi yang jelas untuk sistem alih daya (outsourcing) dan kerja kontrak. Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, belum mengatur penerapan sistem penggunaan tenaga kerja itu oleh perusahaan, bagaimana mekanisme sistem kerja kontrak dan outsourcing, sehingga banyak terjadi kesalah pahaman konsep antara keduanya.
Berawal dari kesalahan konsep mengenai outsourcing, ketidaksepahaman antara bipartit (pengusaha dan pekerja), menimbulkan masalah lain di dunia ketenagakerjaan. Adanya lempar tanggung jawab antara perusahaan penyedia tenaga kerja (provider) dan perusahaan pengguna tenaga kerja (user), membuat para pekerja outsource merasa semakin tidak nyaman dalam bekerja.
Perusahaan user, menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan jaminan keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan pekerja outsource adalah tanggung jawab provider. Namun dalam kenyataannya, beberapa user tidak memperhatikan kondisi para pekerja dimana pekerja outsource selalu di tekan untuk berbagai pekerjaan dan mengenai kesehatan, keselamatan, dan keamanan (K3) kerja mereka terabaikan. Tentu saja provider tidak mau bertanggung jawab atas kesalahan penggunaan tenaga outsorce oleh user.
Pada akhirnya, tenaga kerja outsource – lah yang menjadi korbannya. Setiap bulannya, gaji mereka dipotong oleh perusahaan provider sebagai biaya kerjasama. Beberapa penelitian sebelumnya, para pekerja outsorce mau menjalani pekerjaannya, dan bertahan di perusahaan penyedia tenaga kerja karena tidak ada peluang lagi bagi mereka untuk bekerja kontrak maupun tetap di perusahaan lain. Mereka lebih memilih pasrah ditengah ketidakpastian nasib dalam bekerja.
Ketika praktik outsourcing tidak dapat terhindarkan lagi dalam praktik ketenagakerjaan di Indonesia, maka yang dibutuhkan pada saat ini adalah bagaimana solusi terbaik untuk praktik kerja outsourcing dan bagaimana menerapkan praktik kerja outsurcing yang sehat agar ada jalan tengah untuk masing-masing pihak, yang didasari adanya hubungan yang saling menguntungkan.
Diposting oleh HMJ Manajemen RII FEUNDIP di 08.01 0 komentar
Label: Kegiatan HMJ
Dokumentasi Seminar Nasional KB HMJ
Diposting oleh HMJ Manajemen RII FEUNDIP di 07.59 0 komentar
Label: Kegiatan HMJ
Seminar Nasional KB HMJ Reguler II





HMJ Manajemen Reguler II bersama HMJ Akuntansi RegII dan HMJ IESP RegII mengadakan Seminar Nasional KB HMJ Reguler II bertajuk "Membangun Kekuatan Energi Nasional Dalam Menghadapi Persaingan Ekonomi Global" Sabtu (16/10) lalu. Acara ini diadakan di Grand Candi Hotel. Adapun Pembicara dalam Seminar tersebut: Popy Ismalina, PhD (Pengamat Ekonomi UGM), Dr. Ir. Hanan Nugroho MSc, MSp (Bappenas), dan Ir. M. C. Harun (VP Com. Pertamina). Adapun sebagai keynote Speaker perwakilan dari Meneg ESDM, dan sebagai moderator: Johanna Maria Kodoatie, MEc, PhD (Dosen FE UNDIP).
Diposting oleh HMJ Manajemen RII FEUNDIP di 07.47 0 komentar
Label: Kegiatan HMJ




