CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 31 Desember 2009

Happy New Year

Senin, 28 Desember 2009

Kenapa Orang Pintar RI Eksodus ke Luar Negeri

Semakin kuatnya kecenderungan orang pintar Indonesia memilih tinggal di luar negeri

Senin, 28 Desember 2009, 12:24 WIB

VIVAnews - Tahun 2009 segera berakhir, 2010 menjelang. Tanpa disadari, waktu terus berganti. Padahal, dibalik pergantian tahun itu, bangsa Indonesia tengah menghadapi persoalan serius. Jika dibiarkan, persoalan ini akan menimbulkan masalah besar pada jangka panjang.

Bahkan, persoalan tersebut nyata ada di depan mata. Ironisnya, ini belum disadari oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Akibatnya, masalah ini terus berlarut-larut sehingga merugikan Indonesia.

Salah satu fenomena yang menonjol itu adalah semakin kuatnya kecenderungan orang pintar Indonesia yang mendapat gelar doktor dari luar negeri, memilih tinggal dan bekerja di luar negeri. Mereka adalah doktor-doktor terbaik lulusan Yale, Cranfield, Stanford, MIT dan lain-lain. Umumnya mereka bergelut di bidang ilmu eksakta dan engineering seperti teknik, fisika, matematika komputer, dan sejenisnya.

Tahun 2007 saja sekitar 20-an doktor Indonesia lulusan luar negeri memilih bekerja di Malaysia, 3 orang bekerja di Brunei, dan sekitar 5 orang di Singapura. Setiap tahun Depdinkas dibanjiri permintaan para doktor yang sudah selesai ikatan dinas untuk diizinkan bekerja di luar negeri. Padahal untuk “mencetak” seorang doktor di perguruan tinggi bergengsi di luar negeri, biaya yang dibutuhkan lebih dari $30 ribu per tahun.

Ada beberapa alasan mengapa eksodus terjadi:
Pertama, Remunerasi. PTN tempat mereka bekerja sebelumnya tidak mampu memberikan remunerasi yang layak. Sementara gaji mereka di Malaysia sekitar Rp 50 juta per bulan, belum termasuk fasilitas perumahan dan pendidikan gratis untuk anak mereka.

Kedua, Tantangan pengembangan ilmu. Banyak dari mereka yang butuh situasi kerja yang benar-benar membawa tantangan. Mereka ingin sekali agar ilmu yang mereka dapatkan benar-benar dapat didayagunakan secara optimal. Malaysia dan negara lain mampu menghadirkan hal tersebut, salah satu contohnya adalah Malaysia saat ini telah mengembangkan Pusat Biotech Valley di Petaling Jaya, Kuala Lumpur, semacam Silicon Valley di Amerika Serikat.

Indonesia juga terancam kehilangan generasi cerdas dan brilian, karena sebagian besar anak-anak cerdas peraih penghargaan olimpiade sains internasional memilih menerima tawaran belajar dari berbagai universitas di luar negeri, terutama Singapura.

Pemerintah hanya memberikan fasilitas masuk perguruan tinggi negeri tanpa tes dan siswa bersangkutan dijanjikan akan diberikan beasiswa. Sementara Singapura lebih agresif dengan memburu siswa-siswa brilian ke sejumlah sekolah di Indonesia lewat agen yang tersebar di sejumlah kota, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan.

Siswa-siswa brilian itu dijanjikan fasilitas yang menggiurkan. Selain beasiswa, siswa cerdas juga ditawari subsidi biaya kuliah (tuition grant) dari Pemerintah Singapura sebesar 15.000 dollar Singapura (sekitar Rp 112,5 juta per tahun), atau pinjaman bank tanpa agunan untuk biaya kuliah. Jika siswa mengambil pinjaman bank, cicilan pinjamannya dibayar setelah mereka bekerja.

Sekitar 250-300 siswa cerdas Indonesia setiap tahun pergi ke Singapura untuk kuliah di perguruan tinggi seperti Nanyang Technological University, National University of Singapore, dan Singapore Management University. Dari total pelajar dan mahasiswa Indonesia di Singapura sebanyak 18.341 orang, sekitar 5.448 orang di antaranya sedang mengambil S-1, S-2, dan S-3 di berbagai program studi. Singapura menargetkan merekrut 150.000 mahasiswa asing hingga tahun 2015.

Harus ada kebijakan terobosan untuk mempertahankan siswa-siswa cerdas dan brilian tetap menjadi aset Indonesia. Mereka memang perlu mengembangkan ilmu ke berbagai universitas terkemuka di dunia, namun harus diciptakan kondisi yang mendukung agar mereka bergairah kembali ke Tanah Air untuk mengabdikan ilmunya untuk kemajuan bangsa Indonesia.

***

Said Didu adalah Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia dan Sekretaris Menteri Negara BUMN. Analisis ini disarikan dari pidato Said Didu di acara Persatuan Insinyur Indonesia.


Diambil dari:
http://bisnis.vivanews.com/news/read/116553-kenapa_orang_pintar_ri_eksedus_ke_luar_negeri

Sarjana Ekonomi Diragukan

VIVAnews - Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Darmin Nasution berpendapat sarjana ekonomi saat ini berada dalam persepsi rendah.

Ilmu ekonomi banyak diragukan banyak pihak karena membuat orang menjadi tidak berdaya.

"Persepsi atau penilaian msyarakat kepada sarjana ekonomi mungkin ini periode terendah dalam sejarah," katanya dalam Malam Silaturahmi dan Syawalan ISEI di Jakarta Kamis 15 Oktober 2009 malam.

Menurutnya diantara anggota ISEI, banyak yang mengalami kebimbangan dan kurang yakin membaca dinamika ekonomi bahkan mengalami kelimbungan.

Hal itu yang membuat Darmin merasa tertantang untuk berkiprah di ISEI. Dia berharap ISEI dapat terus konsisten dan mengasah diri untuk dapat menyumbangkan saran kepada bangsa.

Menurut dia, dalam masa-masa krisis 1998 sebenarnya banyak hal yang belum selesai. Namun kemudian Indonesia ditimpa krisis global. Keuntungannya negara maju tidak merasa sehebat dulu.

"Kalau dulu kita yang bodoh, salah urus, mungkin mereka (negara maju) juga salah urus," katanya.

Untuk itu selain melakukan pembenahan di dalam, ISEI juga ikut terlibat di kancah internasional. "Ini adalah motivasi tertinggi bagi kita, pada saat penilaian paling rendah dalam sejarah pemikiran ekonomi," katanya.

Darmin memaparkan ISEI akan bekerja dalam 3 hal, yaitu pertama, bagaimana ISEI melakukan pembenahan lebih lanjut. Dia mencontohkan misalnya untuk bencana gempa yang sering dialami, namun langkah tanggap bencana dalam penggunaan APBN tidak terjadi.

"Itulah yang kita coba lihat pembiayaan seperti apa yang bisa kita sumbang jika terjadi bencana," katanya.

Kedua, Otonomi daerah yang bisa diandalkan untuk mensejahterakan masyarakat. ISEI akan menjembatani sarjana ekonomi yang tersebar di daerah agar dapat ikut menyumbangkan keahlian pada pembangunan daerah.

Ketiga, ISEI akan berdiskusi mengenai kebijakan global.

"Ini akan dituangkan program 1 bulan ke depan, pengurus akan duduk bersama-sama untuk menfinalkan ini," ujarnya.


Diambil dari:

http://bisnis.vivanews.com/news/read/97520-sarjana_ekonomi_diragukan

Jum'at, 16 Oktober 2009, 08:20 WIB


Flashback: Kampanye Ketua HMJ Terpilih

Suksesi HMJMX 2010





Kegiatan diawali dengan pengambilan berkas calon ketua HMJ Manajemen Reguler II periode 2010. Tiga bakal calon yang mengambil berkas dan telah mengembalikannya adalah Riski Suprana, Grisma Ilfani, dan Aprilia Nia F. Kemudian ketiga calon tersebut diseleksi bedasarkan persyaratan yang ada, sehingga menyisihkan dua calon yang memenuhi persyaratan, antara lain: Riski Suprana dan Grisma Ilfani. Keduanya, melangkah menuju tahapan selanjutnya yaitu kampanye dialogis.
Setelah kampanye berlangsung, kedua orang tersebut bersaing mendapatkan suara terbanyak. Adapun jumlah perolehan suara yang didapat: Grisma Ilfani 62 , Riski Suprana 82, dan Rusak 2. Bedasarkan suara terbanyak, maka Riski Suprana terpilih menjadi Ketua HMJ Manajemen Reguler II FE UNDIP Periode 2010.

Senin, 21 Desember 2009

Dokumentasi Kuliah UMUM 2009





Sabtu, 19 Desember 2009

Power Point "Outsourcing vs Kontrak"

Bagi teman-teman yang kemarin engga dateng Kuliah Umum MSDM, bisa download materinya disini.

Efektifitas Penggunaan Outsourcing dan Kontrak Kerja dari Sudut[1].ppt 1.ppt

Jumat, 18 Desember 2009

Pelatihan SPSS